PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia telah
termasuk dalam negara dengan berpendapatan menengah dengan pertumbuhan ekonomi
mencapai 6,1 persen dan 6,4 persen tahun 2010 dan 2011. Dalam kondisi krisis
ekonomi dunia, Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi tinggi
diantara negara G-20 bersama-sama Tiongkok dan India.
Sementara itu
penurunan penurunan prevalensi kurang gizi diperkirakan akan mencapai sasaran
MDG tahun 2015. Prevalensi anak kurus (―underweight‖) selama kurun waktu
1989 -2007 telah berkurang 50 persen dari 31 persen menjadi 18,4 persen
mendekati sasaran MDGs 15,5 persen. Namun demikian secara keseluruhan RISKESDAS
2011 masih mencatat beberapa masalah gizi yang memerlukan perhatian
penanggulangannya dengan kerja keras. Angka BBLR masih 11,5 persen, kurus (underweight)
17,9 persen, kurus-pendek (―wasted‖) 13,6 persen, pendek (―stunted‖)
35,6 persen, dan anak gemuk (―overweight‖) 12,2 persen. Dengan catatan
bahwa angka-angka tersebut adalah angka rata-rata nasional dengan disparitas
yang lebar antar daerah yang menunjukkan adanya kesenjangan sosial dan ekonomi.
Misalnya untuk BBLR terendah (5,8%) di Bali, tertinggi (27%) di Papua.
Prevalensi
anak kurus dan gemuk hampir sama masing-masing 13,3 persen dan 14,0 persen
balita, sedang dewasa gemuk sudah mencapai 21,7 persen. Dengan angka-angka itu,
Indonesia sudah memasuki era beban ganda. Disatu pihak masih banyak anak kurus
dan pendek karena kurang gizi, di pihak lain banyak anak gemuk. Pola penyakit
juga mulai bergeser dari penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM).
Para pakar telah mengkaji
mendalam selama 1—2 dekade terahir bagaimana mekanisme terjadinya hubungan tersebut.
Telah diketahui bahwa semua masalah anak pendek, gemuk, PTM bermula pada proses
tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai anak usia 2 tahun. Apabila
prosesnya lancar tidak ada gangguan, maka anak akan tumbuh kembang normal
sampai dewasa sesuai dengan faktor keturunan atau gen yang sudah diprogram
dalam sel. Sebaliknya apabila prosesnya tidak normal karena berbagai gangguan
diantaranya karena kekurangan gizi, maka proses tumbuh kembang terganggu.
Akibatnya terjadi ketidak normalan, dalam bentuk tubuh pendek, meskipun faktor
gen dalam sel menunjukkan potensi untuk tumbuh normal.(Barker, 2007). Di
Indonesia dan kebanyakan negara berkembang lainnya, gangguan proses tumbuh
kembang selain kekurangan gizi juga banyak faktor lingkungan lainnya seperti telah
dijelaskan dimuka.
Penelitian juga menunjukkan bahwa
proses tumbuh kembang janin dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kesehatan ibu
waktu remaja dan akan menjadi ibu. Dengan demikian upaya untuk mencegah
terjadinya gangguan tumbuh kembang janin sampai menjadi kanak-kanak usia 2
tahun difokuskan pada ibu hamil, anak 0—23 bulan dan remaja perempuan pranikah
yang dalam dokumen ini dibahas sebagai kelompok 1000 HPK
Pada
bab berikut ini diuraikan upaya-upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan
baik langsung (spesifik) maupun tidak langsung (sensitif) pada kelompok 1000
HPK.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Apa definisi
masalah gizi ?
2.
Apa saja
masalah-masalah gizi yang ada di Indonesia ?
3.
Bagaimana cara pencegahan
dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia ?
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi masalah gizi
2. Untuk mengetahui masalah-masalah gizi yang ada di
Indonesia
3. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan masalah
gizi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi masalah gizi
Masalah gizi adalah gangguan kesehhatan
dan kesejahtraan seseorang, kelompok orang atau masyarakat sebagai akibat
adanya ketidakseimbangan antara asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh akan
makanan dan pengaruh interaksi pennyakit (infeksi). Ketidakseimbangan ini bias
mengakibatkan gizi kurang maupun gizi lebih.
Saat ini, kondisi gizi dunia menunjukan
dua kondisi yang ekstrim. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti
gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori, serta kondisi kurus dan pendek
sampai pada kegemukan. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Saat sebagian
besar bangsa Indonesia masih menderita kekurangan gizi terutama pada ibu, bayi
dan anak secara bersamaan timbul masalah gizi lain yaitu gizi leih yang
berdampak pada obesitas. Hal ini akan mengahmbat laju pembangunan, karena
status gizi suatu masyarakat berpern penting terhadap kualitas sumber daya
manusia, dan daya saing bangsa. Kemiskinan menjadi faktor utama penyebab
kekuarangan gizi.
Konsumsi makanan yang beragam, bergizi
seimbang dan aman dapat memenuhi kecukupan gizi individu-individu untuk tumbuh
dan berkembang.Gizi pada ibu hamil sangat berpengaruh pada perkembangan otak
janin, sejak dari menggu ke empat pembuahan sampai lahir dan anak berusia 3
tahun (golden age).
2.2.
Masalah-Masalah gizi utama di Indonesia
Data riskesdas menghasilkan berbagai
peta masalah kesehatan dan kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa.
Misalnya, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran
yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010)
kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Beberapa provinsi,
seperti Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah
menunjukkan kecenderungan menurun. Dua provinsi yang prevalensinya sangat
tinggi (>30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua provinsi yang
prevalensinya <15 persen terjadi di Bali, dan DKI Jakarta. Tidak berubahnya
prevalensi status gizi, kemungkinan besar belum meratanya pemantauan
pertumbuhan, dan terlihat kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah
ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi
34,3 persen (2013).
Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang dari 11,1 persen tahun
2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi antar provinsi sangat mencolok
dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di Sulawesi Tengah
(16,9%). Untuk pertama kali tahun 2013 dilakukan juga pengumpulan data panjang
bayi lahir, dengan angka nasional bayi lahir pendek <48 cm adalah 20,2
persen, bervariasi dari yang tertinggi di Nusa Tenggara Timur (28,7%) dan
terendah di Bali (9,6%).
Ada perbaikan untuk cakupan imunisasi lengkap yang angkanya
meningkat dari 41,6 persen (2007) menjadi 59,2 persen (2013), akan tetapi masih
dijumpai 32,1 persen yang diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang
tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga
tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta
sibuk/repot. Program pelayanan kesehatan anak yang juga membaik adalah
kunjungan neonatus (KN) lengkap meningkat dari 31,8 persen (2007) menjadi 39,3
persen (2013), cakupan pemberian kapsul vitamin A (dari 71,5% tahun 2007 menjadi
75,5% tahun 2013).
Menyusui hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6
bulan meningkat dari 15,3 persen (2010) menjadi 30,2 persen (2013), demikian
juga inisiasi menyusu dini <1 jam meningkat dari 29,3 persen (2010) menjadi
34,5 persen (2013).
1.
Gizi kurang
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya
energy dan protein, pada tahap awal akan menyebabkan rasa lapar kemudian dalam
jangka waktu tertentu berat badan akan menurun disertai dengan menurunnya
produktivitas kerja.
Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan
menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan
konsumsi energi dan protein yang mencukupi, tubuh akan mudah terserang penyakit
infeksi yang dapat menyebabkan kematian.
Kekurangan gizi secara umum baik kurang
secara kualitas dan kuatitas menyebabkan gangguan pada proses-proses tubuh
seperti gangguan pertumbuhan, gangguan produksi krja, gangguan pertahanan tubuh
dan gangguan struktur dan fungsi otak. Ada empat masalah gizi kurang yang dikenal
di Indonesia antara lain :
A. KEP (Kurang
Energi Protein/protein energy malnutrition (PEM)/ protein kalori malnutrition
(PCM)
KEP suatu penyakit kurang gizi karena
tubuh kurang memperoleh makanan berupa sumber zat tenaga (energy) dan sumber
zat pembangun (protein) dalam waktu yang lama.Bila ditimbang, titik berat badan
anak pada KMS terletak dibawah garis merah atau kurang 60% dari berat anak yang
seharusnya.Prevalensi tinggi terjadi pada balita, ibu hamil da nib u
menyusui.KEP berat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu, tipe kwarshiorkor dan
tipe marasmus atau tipe marasmikwashiorkor.Gejala klinis KEP ringan diantaranya
pertumbuhan berkurang atau bahkan berhenti; brat badan berkurang, terhenti
bahkan turun; ukuran lingkar lengan
menurun; maturasi tulang terhambat; rasio berat terhadap tinggi normal atau
menurun; tebal lipat kulit normal atau menurun; aktifitas dan perhatian kurang;
kelainan kulit dan rambut jarang ditemukan. Adapun penyebab KEP ringan yaitu
masukan makanan baik kuantitas dan kualitas yang rendah, gangguan atau system
pencernaan atau penyerapan makanan, pengetahuan yang kurang tentang gizi.
Kwarshiorkor
Kwarshiorkor adalah penyakit yang
disebabkan oleh kekurangan protein dan sering timbul pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini
kebutuhan protein tinggi. Penyakit ini disebabkan oleh kekurangan protein dalam
makanan, gangguan penyerapan protein, kehilangan protein secara tidak normal,
infeksi kronis ataupun karena pendarahan. Berikut adalah gejala kwarshorkor :
Wajah seperti bulan” moon face “ , sinar
mata sayu ; pertumbuhan terganggu; berat dan tinggi badan lebih rendah
dibandingkan dengan berat badan normal; perubahan mental (sering menangis, pada
stadium lanjut menjadi apatis ); rambut merah, jarang, mudah dicabut; jaringan
lemak masih ada; perubahan warna kulit (terdapat titik merah kemudian
menghitam, kulit tidak keriput); terkadang terjadi pembengkakan tubuh (oedema)
sehingga menyamarkan penurunan berat badan; jaringan otot mengecil
Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi pada
makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi
kurus dan emosional. Sering terjadi pada bayi yang tidak cukup mendapatkan asi
serta tidak dibri makanan penggantinya, atau terjadi pada bayi yang sering
diare.
Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan konsumsi zat gizi atau kalori di dalam makanan, kebiasaan
makanan yang tidak layak dan penyakit-penyakit infeksi saluran-saluran
pencernaan. Berikut adalah gejala penderita marasmus :
Wajah seperti orang tua, terlihat sangat
kurus; mata besar dan dalam, sinar mata sayu; mental cengeng; feses lunak atau
diare; rambut hitam, tidak mudah dicabut; jaringan lemak sedikit atau bahkan
tidak ada, lemak sub kutan menghilang hingga turgor kulit menghilang. Kulit
keriput, dingin, kering, dan mengendur; perut buncit.
Kwashiorkor-marasmus
Kwashiorkor-marasmik memperlihatkan
gejala campuran antara marasmus dan kwarshiorkor.
Program pemerintah untuk menanggulangi
KEP diprioritaskan pada daerah-daerah miskin dengan sasaran utama ibu hamil,
bayi, balita dan anak sekolah dasar.Program tersebut mencakup berbagai kegiatan
seperti penyuluhan gizi, peningkatan pendapatan keluarga, penigkatan pelayanan
kesehatan, KB- keluarag Berencana.Adapaun pemantauan tumbbuh kembang anak
diupayakan melalui keluarga, dasawisma dan posyandu.
B.
KVA ( Kurang Vitamin A)
Vitamin
A merupakan nutrient essensial, yang hanya dapat dipenuhi dari luar tubuh,
dimana jika asupannya berlebihan bisa menyebabkan keracunan karena tidak larut
dalam air.Keurangan asupan vitamin A bisa menyebabkan diare yang bisa be3rujung
pada kematian dan pneumonia.
Prevalensi
tertinggi terjadi pada balita. Hal ini disebabkan oleh intake makanan yang
mengandung vitamin A kurang atau rendah, rendahnya konsumsi vitamin A dan pro
vitamin A pada ibu hamil sampai melahirkan sehingga mempengaruhi kadar vitamin
A yang terkandung dalam ASI. Selain itu dapat disebabkan oleh MP-ASI yang kurang kandungan vitamin A, gangguan
absorbs vitamin A dan pro vitamin A ( penyakit pancreas, diare kronik, KEP ),
gangguan konversi pro vitamin A menjadi vitamin A.
Akibat kekurangan vitamin A :
·
Menurunnya daya tahan tubuh sehingga
mudah terserang infeksi ( misalnya sakit batuk, diare dan campak ).
·
Rabun senja ( anak dapat melihat suatu
benda , jika ia tiba-tiba berjalan dari tempat yang terang ke tempat yang gelap
). Rabun senja dapat berakhir pada kebutaan.
Cara
mencegah dan mengatasi kekurangan vitamin A :
·
Setiap hari anak diberi makanan yang
mengandung vitamin A, seperti hati ayam.
·
Setiap hari anak dianjurkan makan
sayuran hijau dan buah-buahan berwarna.
·
Sebaiknya sayuran ditumis menggunakan minyak
atau dimasak dengan santan, sebab vitamin A larut dalam minyak santan
·
Kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan
pada anak setiap 6 bulan di Posyandu
Kapsul
vitamin A dosis tinggi diberikan pada
ibu segera setelah melahirkan.
Pemerintah
terusa berupayah menanggulangi penyakit gizi ini hingga sejak tahun 2006 telah
dapat ditangani, namun karena kekurangan vitamin A ( KVA ) pada balita dapat
menurunkan daya tahan tubuh. Maka, suplementasi vitamin A tetap harus diberika
pada balita. Berikut upayah yang telah dilakukan pemerintah :
·
Penyuluhan agar meningkatakan konsumsi
vitamin A dan pro vitamin A
·
Fortifikasi vitamin A ( susu, MSG,
tepung terigu, mie instan ).
·
Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi
pada balita 1-5 tahun ( 200.000 IU pada bulan februari dan agustus ), ibu nifas
( 200.000 IU ), anak usia 6-12 bulan ( 100.000 IU ).
C.
GAKY
( Gangguan Akibat Kekurangan Yodium )
Gaky
tidak berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi suatu masyarakat melainkan
dengam geografis.Penyakit ini merupakan masalah dunia yang terjadi pada kawasan
pegunugan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium.
Kekurangan yodium saat janin berlanjut dengan gagal dalam pertumbuhan anak usia
2 tahun dpat berdampak buruk pada kecerdasan secara permanen.
Defisiensi
yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid yang secara
perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok. Berikut spektrum gangguan
akibat kekurangan yodium.
·
Pada fetus ( janin ): abortus, lahir
mati, kematian perinatal, kematian bayi, kretinisme nervosa ( bisu tuli,
defisiensi mental, mata juling ), cacat bawaan, kretinisme, kerusakan
psikomotor.
·
Anak dan remaja: gondok, gangguan fungsi
mental ( IQ rendah ), gangguan perkembangan.
·
Dewasa: gondok, hipotirod gangguan
fungsi mental.
Gangguan akibat kekurangan yodium ( GAKY
) dapat diatasi melalui garam yang telah difortifikasi ypdium sesuai standar
berikut adalah pencegahan/penanggulangan GAKY :
·
Setiap kali memasak, selalu gunakan
garam beryodium dirumah tangga
·
Untuk daerah gondok endemic, anak-anak
1-5 tahun diberi kapsul yodium selama 1 tahun
·
Bila ada anak dengan gejala pembesaran
kelenjar gondok atau kerdil harus segera melaporkannya pada petugas kesehatan
di Puskesmas.
D.
Anemia
Gizi Besi ( AGB )
Anemia
defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa
bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Anemia gizi besi ada;ah
anemia karena kekurangan zat besi atau sintesa hemoglobin. Prevalensi tertinggi
terjadi di daerah miskin, gizi buruk dan penderita infeksi.
Hasil
studi menunjukkan bahwa anemia pada masa bayi menjadi salah satu penyebab
terjadinya disfungsi otak permanen.Defisiensi zat besi menurunkan jumlah
oksigen untuk jaringan, otot kerangka, menurunnya kemampuan berfikir serta
perubahan tingkah laku.
Penderita
anemia gizi besi akan mengalami gejala seperti berikut : pucat, lemah, lesu,
sering berdebar, sakit kepala, dan jantung membesar. Hal ini akan mengakibatkan
produktivitas rendah.
AGB
dpat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi:
konsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi, infeksi penyakit. Selai itu
dapat juga disebabkan oleh distribusi makanan yang tidak merata ke selurug
daerah.
Anemia,
gizi kurang zat besi ( AGB ) masih ditemukan pada 26,3% balita indonesi tahu
2006. Anemia ( kurang zat besi ) pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko
risiko bayi yang dilahirkan menderita kurang zat besi juga yang berdampak pada
penurunan kecerdasan anak. Oleh karena itu berbagai upayah dilakukan pemerintah
untuk menanganinya, diantaranya :
·
Pemberian komunikasi, informasi, dan
edukasi ( KIE ) serta suplemen tambahan pada ibu hamil maupun menyusui.
·
Pembekalan KIE kepada kader dan orang
tua serta pemberian suplemen dalam bentuk multivitamin kepada balita.
·
Pembekalan KIE kepada guru dan kepala
sekolah agar lebih memperhatikan keadaan anak usia sekolah serta pemberian
suplemen tambahan kepada anak sekolah.
·
Pembekalan KIE pada perusahaan dan
tenaga kerja serta pemberian nsuplemen kepada tenaga kerja wanita
·
Peberian KIE dan suplemen dalam bentuk
pil KB kepada wanita usia subur ( WUS )
2.
Gizi
lebih
Seiring
dengan perkembangan teknologi, termasuk teknologi pertanian, transportasi, dan
informasi, terjadi juga perubahan aktivitas fisi dari pola aktivitas aktif
menjadi pola aktivitas kurang aktif.Hal ini diikuti pula oleh transisi gizi
yang ditandai dengan perubahan pola makan, taraf aktivitas fisik, dan komposisi
tubuh.
Pola
makan berubah menjadi fastfood atau junkfood.Aktivitas fisik berubah dari
aktivitas fisik aktif menjadi kurang aktif akibat perubahan struktur pekerjaan
dan waktu luang untuk menonton televisi.Dengan pola aktivitas yang semakin
rendah mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk yang mengalami kelebihan gizi
berupa overweight dan obesistas.
Obesitas
adalah penyakit gizi berupa akumulasi jaringan lemak secara berlebihan
diseluruh tubuh. Hal ini disebabkan oleh perilaku makan yang berhubungan dengan
faktor keluargadan lingkungan, aktivitas fisik yang rendah , gangguan
psikologis, laju pertumbuhan yang sangat cepat, genetic atau faktor keturunan
juga gangguan hormone.
Obesitas
biasanya disebabkan oleh masukan energiyang melebihi kebutuhan dan biasanya
disertai kurangnya aktivitas jasmani. Ciri-ciri obesitas adalah sebagai berikut
: lebih berat dan lebih tinggi dari anak seusianya: hidung dan mulut relative
kecildengan dagu yang berbentuk ganda: perut cenderung membuncit: karena malu,
sering malas untuk bergaul dan bermain dengan temanya.
Ø Kegemukan
menurut distribusi lemak
·
Tipe andarioid ( banyak pada pria/wanita
menopause )
·
Tipe genoid ( banyak pada wanita
(beresiko lebih kecil, sukar turun BB )
Ø Kegemukan
menurut kondisi sel
·
Tipe hiperlastik ( jml.sel lemak >)
·
Tipe hipertropik ( ukuran sel > )
pada dewasa
·
Tipe hiperlastik-hipertropik
Ø Kegemukan
menurut umur
·
Saat bayi, anak-anak, dewasa
Ø Kegemukan
menurit tingkatan
·
Simple obesity (>20% BB ideal )
·
Mild Obesity (>20-30% BB ideal )
·
Moderat obesity (>30-60% BB ideal )
·
Morbid obesity (>60% )
2.3. Pencegahan dan Penanggulangan
Masalah Gizi Utama di Indonesia
Indonesia telah melaksanakan upaya
perbaikan gizi sejak tiga puluh tahun yang lalu. Upaya yang dilakukan di
fokuskan untuk mengatasi masalah gizi utama yaitu: Kurang Energi Protein (KEP),
Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) melalui intervensi yang mencakup penyuluhan gizi di Posyandu,
pemantauan pertumbuhan, pemberian suplemen gizi (melalui pemberian kapsul
vitamin A dosis tinggi dan tablet besi), fortifikasi garam beryodium, pemberian
makanan tambahan termasuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), pemantauan
dan penanganan gizi buruk (Depkes RI, 2010).
1.
Penanggulangan masalah gizi kurang
Penanggulangan masalah gizi kurang perlu
dilakukan secara terpadu antardepartemen dan kelompok profesi, melalui
upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan
konsumsi pangan, peningkatan status social ekonomi, pendidikan dan kesehatan
masyarakat, serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan,
semua upaya ini bertujuan untuk memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan
masyarakat yang beraneka-ragam, dan seimbang dalam mutu gizi.
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang
yang dilakukan secara terpadu antara lain: (1) upaya pemenuhan persediaan
pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi beraneka ragam pangan;
(2) peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahkan pada
pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga;
(3) peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari
tingkat pos pelayanan terpadu(Posyandu), hingga puskesmas dan rumah sakit; (4)
peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui sistem kewaspadaan pangan
dan Gizi (SKPG); (5) peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi di bidang
pangan dan gizi masyarakat; (6) peningkatan teknologi pangan untuk
mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat luas; (7) intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian
makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul viatamin A dosis tinggi, tablet dan
sirop besi serta kapsul minyak beriodium; (8) peningkatan kesehatan lingkungan;
(9) upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi; (10)
upaya pengawasan makanan dan minuman; dan (11) upaya penelitian dan
pengembangan pangan dan gizi.
Melalui Intruksi Presiden No. 8 tahun
1999 telah dicanangkan gerakan nasional penanggulangan masalah pangan dan gizi,
yang diarahkan : (1) pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan
tingkat rumah tangga; (2) pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan cakupan,
kualitas pencegahan dan penanggulangn masalah pangan dan gizi di masyarakat;
(3) pemantapan kerja sama lintas sektor dalam pemantauan dan penanggulangan
masalah gizi melalui SKPG; dan (4) peningkatan cakupan dan mutu pelayanan
kesehatan (Azwar, A. 2000).
2.
Penanggulangan Masalah Gizi Lebih
Masalah gizi lebih disebabkan oleh
kebanyakan masukan energi dibandingkan dengan keluaran energi.Penanggulangannya
adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan
makan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta meghindari tekanan
hidup/stress.Penyeimbangan masukan
energi dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta
menghindari konsumsi alcohol.Untuk itu diperlukan upaya penyuluhan ke
masyarakat luas. Disamping itu, diperlukan peningkatan teknologi pengolahan
makanan tradisional Indonesia siap santap, sehingga makanan tradisional yang
lebih sehat ini disajikan dengan cara-cara dan kemasan yang dapat menyaingi
cara penyajian dan kemasan makanan barat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Di Indonesia terdapat
masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah
gizi kurang di antaranya adalah KEP ( kekurangan energy protein ), KVA (
kekurangan Vitamin A), AGB ( Anemia Gizi Besi ) dan GAKY ( Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium ). Sedangkan yang termasuk dalam masalah gizi lebih yaitu
Obesitas.
Upaya penanggulangan
masalah gizi kurang yang dilakukan secara terpadu antara lain: (1) upaya
pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi
beraneka ragam pangan; (2) peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK)
yang diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan
tingkat rumah tangga; (3) peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan system
rujukan dimulai dari tingkat pos pelayanan terpadu(Posyandu), hingga puskesmas
dan rumah sakit; (4) peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui sistem
kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG); (5) peningkatan komunikasi, informasi dan
edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat; (6) peningkatan teknologi pangan
untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat luas; (7) intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian
makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul viatamin A dosis tinggi, tablet dan
sirop besi serta kapsul minyak beriodium; (8) peningkatan kesehatan lingkungan;
(9) upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi; (10)
upaya pengawasan makanan dan minuman; dan (11) upaya penelitian dan
pengembangan pangan dan gizi.
Sedangkan
penanggulangan Gizi lebih adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran
energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik atau olahraga
serta meghindari tekanan hidup/stress.Penyeimbangan
masukan energi dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta
menghindari konsumsi alcohol.Untuk itu diperlukan upaya penyuluhan ke
masyarakat luas. Disamping itu, diperlukan peningkatan teknologi pengolahan
makanan tradisional Indonesia siap santap, sehingga makanan tradisional yang
lebih sehat ini disajikan dengan cara-cara dan kemasan yang dapat menyaingi
cara penyajian dan kemasan makanan barat.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier sunita.2010. Prinsip Dasar ilmu Gizi.Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
R.H.Hasdiana, dkk.
2004. Pemanfaatan Gizi, Diet dan
Obesitas.Nuha mediaka, Yogyakarta.
Cakrawati Dewi, N.H
Mustika. 2012. Bahan Pangan Gizi dan
Kesehatan.Alfabeta, Bandung.
Gibney, dkk. 2009. Gizi kesehatan Masyarakat. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar