Selasa, 22 November 2016

Makalah Masalah gizi di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Indonesia telah termasuk dalam negara dengan berpendapatan menengah dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1 persen dan 6,4 persen tahun 2010 dan 2011. Dalam kondisi krisis ekonomi dunia, Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi tinggi diantara negara G-20 bersama-sama Tiongkok dan India.
Sementara itu penurunan penurunan prevalensi kurang gizi diperkirakan akan mencapai sasaran MDG tahun 2015. Prevalensi anak kurus (―underweight‖) selama kurun waktu 1989 -2007 telah berkurang 50 persen dari 31 persen menjadi 18,4 persen mendekati sasaran MDGs 15,5 persen. Namun demikian secara keseluruhan RISKESDAS 2011 masih mencatat beberapa masalah gizi yang memerlukan perhatian penanggulangannya dengan kerja keras. Angka BBLR masih 11,5 persen, kurus (underweight) 17,9 persen, kurus-pendek (―wasted‖) 13,6 persen, pendek (―stunted‖) 35,6 persen, dan anak gemuk (―overweight‖) 12,2 persen. Dengan catatan bahwa angka-angka tersebut adalah angka rata-rata nasional dengan disparitas yang lebar antar daerah yang menunjukkan adanya kesenjangan sosial dan ekonomi. Misalnya untuk BBLR terendah (5,8%) di Bali, tertinggi (27%) di Papua.
Prevalensi anak kurus dan gemuk hampir sama masing-masing 13,3 persen dan 14,0 persen balita, sedang dewasa gemuk sudah mencapai 21,7 persen. Dengan angka-angka itu, Indonesia sudah memasuki era beban ganda. Disatu pihak masih banyak anak kurus dan pendek karena kurang gizi, di pihak lain banyak anak gemuk. Pola penyakit juga mulai bergeser dari penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM).
Para pakar telah mengkaji mendalam selama 1—2 dekade terahir bagaimana mekanisme terjadinya hubungan tersebut. Telah diketahui bahwa semua masalah anak pendek, gemuk, PTM bermula pada proses tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai anak usia 2 tahun. Apabila prosesnya lancar tidak ada gangguan, maka anak akan tumbuh kembang normal sampai dewasa sesuai dengan faktor keturunan atau gen yang sudah diprogram dalam sel. Sebaliknya apabila prosesnya tidak normal karena berbagai gangguan diantaranya karena kekurangan gizi, maka proses tumbuh kembang terganggu. Akibatnya terjadi ketidak normalan, dalam bentuk tubuh pendek, meskipun faktor gen dalam sel menunjukkan potensi untuk tumbuh normal.(Barker, 2007). Di Indonesia dan kebanyakan negara berkembang lainnya, gangguan proses tumbuh kembang selain kekurangan gizi juga banyak faktor lingkungan lainnya seperti telah dijelaskan dimuka.
Penelitian juga menunjukkan bahwa proses tumbuh kembang janin dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kesehatan ibu waktu remaja dan akan menjadi ibu. Dengan demikian upaya untuk mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang janin sampai menjadi kanak-kanak usia 2 tahun difokuskan pada ibu hamil, anak 0—23 bulan dan remaja perempuan pranikah yang dalam dokumen ini dibahas sebagai kelompok 1000 HPK
Pada bab berikut ini diuraikan upaya-upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan baik langsung (spesifik) maupun tidak langsung (sensitif) pada kelompok 1000 HPK.

1.2.Rumusan Masalah
1.      Apa definisi masalah gizi ?
2.      Apa saja masalah-masalah gizi yang ada di Indonesia ?
3.      Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia ?

1.3.Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi masalah gizi
2.      Untuk mengetahui masalah-masalah gizi yang ada di Indonesia
3.      Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan masalah gizi di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Definisi masalah gizi
Masalah gizi adalah gangguan kesehhatan dan kesejahtraan seseorang, kelompok orang atau masyarakat sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi pennyakit (infeksi). Ketidakseimbangan ini bias mengakibatkan gizi kurang maupun gizi lebih.
Saat ini, kondisi gizi dunia menunjukan dua kondisi yang ekstrim. Mulai dari kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi kalori, serta kondisi kurus dan pendek sampai pada kegemukan. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Saat sebagian besar bangsa Indonesia masih menderita kekurangan gizi terutama pada ibu, bayi dan anak secara bersamaan timbul masalah gizi lain yaitu gizi leih yang berdampak pada obesitas. Hal ini akan mengahmbat laju pembangunan, karena status gizi suatu masyarakat berpern penting terhadap kualitas sumber daya manusia, dan daya saing bangsa. Kemiskinan menjadi faktor utama penyebab kekuarangan gizi.
Konsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman dapat memenuhi kecukupan gizi individu-individu untuk tumbuh dan berkembang.Gizi pada ibu hamil sangat berpengaruh pada perkembangan otak janin, sejak dari menggu ke empat pembuahan sampai lahir dan anak berusia 3 tahun (golden age).

2.2.      Masalah-Masalah gizi utama di Indonesia
Data riskesdas menghasilkan berbagai peta masalah kesehatan dan kecenderungannya, dari bayi lahir sampai dewasa. Misalnya, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Beberapa provinsi, seperti Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah menunjukkan kecenderungan menurun. Dua provinsi yang prevalensinya sangat tinggi (>30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua provinsi yang prevalensinya <15 persen terjadi di Bali, dan DKI Jakarta. Tidak berubahnya prevalensi status gizi, kemungkinan besar belum meratanya pemantauan pertumbuhan, dan terlihat kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013).
Jika diamati dari bayi lahir, prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi antar provinsi sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di Sulawesi Tengah (16,9%). Untuk pertama kali tahun 2013 dilakukan juga pengumpulan data panjang bayi lahir, dengan angka nasional bayi lahir pendek <48 cm adalah 20,2 persen, bervariasi dari yang tertinggi di Nusa Tenggara Timur (28,7%) dan terendah di Bali (9,6%).
Ada perbaikan untuk cakupan imunisasi lengkap yang angkanya meningkat dari 41,6 persen (2007) menjadi 59,2 persen (2013), akan tetapi masih dijumpai 32,1 persen yang diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/repot. Program pelayanan kesehatan anak yang juga membaik adalah kunjungan neonatus (KN) lengkap meningkat dari 31,8 persen (2007) menjadi 39,3 persen (2013), cakupan pemberian kapsul vitamin A (dari 71,5% tahun 2007 menjadi 75,5% tahun 2013).
Menyusui hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan meningkat dari 15,3 persen (2010) menjadi 30,2 persen (2013), demikian juga inisiasi menyusu dini <1 jam meningkat dari 29,3 persen (2010) menjadi 34,5 persen (2013).


1.    Gizi kurang
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energy dan protein, pada tahap awal akan menyebabkan rasa lapar kemudian dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun disertai dengan menurunnya produktivitas kerja.
Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian.
Kekurangan gizi secara umum baik kurang secara kualitas dan kuatitas menyebabkan gangguan pada proses-proses tubuh seperti gangguan pertumbuhan, gangguan produksi krja, gangguan pertahanan tubuh dan gangguan struktur dan fungsi otak. Ada empat masalah gizi kurang yang dikenal di Indonesia antara lain :
A.  KEP (Kurang Energi Protein/protein energy malnutrition (PEM)/ protein kalori malnutrition (PCM)
KEP suatu penyakit kurang gizi karena tubuh kurang memperoleh makanan berupa sumber zat tenaga (energy) dan sumber zat pembangun (protein) dalam waktu yang lama.Bila ditimbang, titik berat badan anak pada KMS terletak dibawah garis merah atau kurang 60% dari berat anak yang seharusnya.Prevalensi tinggi terjadi pada balita, ibu hamil da nib u menyusui.KEP berat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu, tipe kwarshiorkor dan tipe marasmus atau tipe marasmikwashiorkor.Gejala klinis KEP ringan diantaranya pertumbuhan berkurang atau bahkan berhenti; brat badan berkurang, terhenti bahkan turun; ukuran lingkar  lengan menurun; maturasi tulang terhambat; rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun; tebal lipat kulit normal atau menurun; aktifitas dan perhatian kurang; kelainan kulit dan rambut jarang ditemukan. Adapun penyebab KEP ringan yaitu masukan makanan baik kuantitas dan kualitas yang rendah, gangguan atau system pencernaan atau penyerapan makanan, pengetahuan yang kurang tentang gizi.

Kwarshiorkor
Kwarshiorkor adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering timbul  pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Penyakit ini disebabkan oleh kekurangan protein dalam makanan, gangguan penyerapan protein, kehilangan protein secara tidak normal, infeksi kronis ataupun karena pendarahan. Berikut adalah gejala kwarshorkor :
Wajah seperti bulan” moon face “ , sinar mata sayu ; pertumbuhan terganggu; berat dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan berat badan normal; perubahan mental (sering menangis, pada stadium lanjut menjadi apatis ); rambut merah, jarang, mudah dicabut; jaringan lemak masih ada; perubahan warna kulit (terdapat titik merah kemudian menghitam, kulit tidak keriput); terkadang terjadi pembengkakan tubuh (oedema) sehingga menyamarkan penurunan berat badan; jaringan otot mengecil
Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh terpakai sehingga anak menjadi kurus dan emosional. Sering terjadi pada bayi yang tidak cukup mendapatkan asi serta tidak dibri makanan penggantinya, atau terjadi pada bayi yang sering diare.
Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan konsumsi zat gizi atau kalori di dalam makanan, kebiasaan makanan yang tidak layak dan penyakit-penyakit infeksi saluran-saluran pencernaan. Berikut adalah gejala penderita marasmus :
Wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus; mata besar dan dalam, sinar mata sayu; mental cengeng; feses lunak atau diare; rambut hitam, tidak mudah dicabut; jaringan lemak sedikit atau bahkan tidak ada, lemak sub kutan menghilang hingga turgor kulit menghilang. Kulit keriput, dingin, kering, dan mengendur; perut buncit.

Kwashiorkor-marasmus
Kwashiorkor-marasmik memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan kwarshiorkor.
Program pemerintah untuk menanggulangi KEP diprioritaskan pada daerah-daerah miskin dengan sasaran utama ibu hamil, bayi, balita dan anak sekolah dasar.Program tersebut mencakup berbagai kegiatan seperti penyuluhan gizi, peningkatan pendapatan keluarga, penigkatan pelayanan kesehatan, KB- keluarag Berencana.Adapaun pemantauan tumbbuh kembang anak diupayakan melalui keluarga, dasawisma dan posyandu.

B.            KVA ( Kurang Vitamin A)
Vitamin A merupakan nutrient essensial, yang hanya dapat dipenuhi dari luar tubuh, dimana jika asupannya berlebihan bisa menyebabkan keracunan karena tidak larut dalam air.Keurangan asupan vitamin A bisa menyebabkan diare yang bisa be3rujung pada kematian dan pneumonia.
Prevalensi tertinggi terjadi pada balita. Hal ini disebabkan oleh intake makanan yang mengandung vitamin A kurang atau rendah, rendahnya konsumsi vitamin A dan pro vitamin A pada ibu hamil sampai melahirkan sehingga mempengaruhi kadar vitamin A yang terkandung dalam ASI. Selain itu dapat disebabkan oleh MP-ASI  yang kurang kandungan vitamin A, gangguan absorbs vitamin A dan pro vitamin A ( penyakit pancreas, diare kronik, KEP ), gangguan konversi pro vitamin A menjadi vitamin A.
Akibat kekurangan vitamin A :
·         Menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi ( misalnya sakit batuk, diare dan campak ).
·         Rabun senja ( anak dapat melihat suatu benda , jika ia tiba-tiba berjalan dari tempat yang terang ke tempat yang gelap ). Rabun senja dapat berakhir pada kebutaan.
Cara mencegah dan mengatasi kekurangan vitamin A :
·         Setiap hari anak diberi makanan yang mengandung vitamin A, seperti hati ayam.
·         Setiap hari anak dianjurkan makan sayuran hijau dan buah-buahan berwarna.
·         Sebaiknya sayuran ditumis menggunakan minyak atau dimasak dengan santan, sebab vitamin A larut dalam minyak santan
·         Kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak setiap 6 bulan di Posyandu
Kapsul vitamin  A dosis tinggi diberikan pada ibu segera setelah melahirkan.
Pemerintah terusa berupayah menanggulangi penyakit gizi ini hingga sejak tahun 2006 telah dapat ditangani, namun karena kekurangan vitamin A ( KVA ) pada balita dapat menurunkan daya tahan tubuh. Maka, suplementasi vitamin A tetap harus diberika pada balita. Berikut upayah yang telah dilakukan pemerintah :
·         Penyuluhan agar meningkatakan konsumsi vitamin A dan pro vitamin A
·         Fortifikasi vitamin A ( susu, MSG, tepung terigu, mie instan ).
·         Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita 1-5 tahun ( 200.000 IU pada bulan februari dan agustus ), ibu nifas ( 200.000 IU ), anak usia 6-12 bulan ( 100.000 IU ).

C.           GAKY ( Gangguan Akibat Kekurangan Yodium )
Gaky tidak berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi suatu masyarakat melainkan dengam geografis.Penyakit ini merupakan masalah dunia yang terjadi pada kawasan pegunugan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium. Kekurangan yodium saat janin berlanjut dengan gagal dalam pertumbuhan anak usia 2 tahun dpat berdampak buruk pada kecerdasan secara permanen.
Defisiensi yang berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid yang secara perlahan menyebabkan pembesaran kelenjar gondok. Berikut spektrum gangguan akibat kekurangan yodium.
·         Pada fetus ( janin ): abortus, lahir mati, kematian perinatal, kematian bayi, kretinisme nervosa ( bisu tuli, defisiensi mental, mata juling ), cacat bawaan, kretinisme, kerusakan psikomotor.
·         Anak dan remaja: gondok, gangguan fungsi mental ( IQ rendah ), gangguan perkembangan.
·         Dewasa: gondok, hipotirod gangguan fungsi mental.
Gangguan akibat kekurangan yodium ( GAKY ) dapat diatasi melalui garam yang telah difortifikasi ypdium sesuai standar berikut adalah pencegahan/penanggulangan GAKY :
·         Setiap kali memasak, selalu gunakan garam beryodium dirumah tangga
·         Untuk daerah gondok endemic, anak-anak 1-5 tahun diberi kapsul yodium selama 1 tahun
·         Bila ada anak dengan gejala pembesaran kelenjar gondok atau kerdil harus segera melaporkannya pada petugas kesehatan di Puskesmas.

D.           Anemia Gizi Besi ( AGB )
Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Anemia gizi besi ada;ah anemia karena kekurangan zat besi atau sintesa hemoglobin. Prevalensi tertinggi terjadi di daerah miskin, gizi buruk dan penderita infeksi.
Hasil studi menunjukkan bahwa anemia pada masa bayi menjadi salah satu penyebab terjadinya disfungsi otak permanen.Defisiensi zat besi menurunkan jumlah oksigen untuk jaringan, otot kerangka, menurunnya kemampuan berfikir serta perubahan tingkah laku.
Penderita anemia gizi besi akan mengalami gejala seperti berikut : pucat, lemah, lesu, sering berdebar, sakit kepala, dan jantung membesar. Hal ini akan mengakibatkan produktivitas rendah.
AGB dpat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi: konsumsi makanan penghambat penyerapan zat besi, infeksi penyakit. Selai itu dapat juga disebabkan oleh distribusi makanan yang tidak merata ke selurug daerah.
Anemia, gizi kurang zat besi ( AGB ) masih ditemukan pada 26,3% balita indonesi tahu 2006. Anemia ( kurang zat besi ) pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko risiko bayi yang dilahirkan menderita kurang zat besi juga yang berdampak pada penurunan kecerdasan anak. Oleh karena itu berbagai upayah dilakukan pemerintah untuk menanganinya, diantaranya :
·         Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi ( KIE ) serta suplemen tambahan pada ibu hamil maupun menyusui.
·         Pembekalan KIE kepada kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam bentuk multivitamin kepada balita.
·         Pembekalan KIE kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan keadaan anak usia sekolah serta pemberian suplemen tambahan kepada anak sekolah.
·         Pembekalan KIE pada perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian nsuplemen kepada tenaga kerja wanita
·         Peberian KIE dan suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur ( WUS )

2.    Gizi lebih
Seiring dengan perkembangan teknologi, termasuk teknologi pertanian, transportasi, dan informasi, terjadi juga perubahan aktivitas fisi dari pola aktivitas aktif menjadi pola aktivitas kurang aktif.Hal ini diikuti pula oleh transisi gizi yang ditandai dengan perubahan pola makan, taraf aktivitas fisik, dan komposisi tubuh.
Pola makan berubah menjadi fastfood atau junkfood.Aktivitas fisik berubah dari aktivitas fisik aktif menjadi kurang aktif akibat perubahan struktur pekerjaan dan waktu luang untuk menonton televisi.Dengan pola aktivitas yang semakin rendah mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk yang mengalami kelebihan gizi berupa overweight dan obesistas.
Obesitas adalah penyakit gizi berupa akumulasi jaringan lemak secara berlebihan diseluruh tubuh. Hal ini disebabkan oleh perilaku makan yang berhubungan dengan faktor keluargadan lingkungan, aktivitas fisik yang rendah , gangguan psikologis, laju pertumbuhan yang sangat cepat, genetic atau faktor keturunan juga gangguan hormone.
Obesitas biasanya disebabkan oleh masukan energiyang melebihi kebutuhan dan biasanya disertai kurangnya aktivitas jasmani. Ciri-ciri obesitas adalah sebagai berikut : lebih berat dan lebih tinggi dari anak seusianya: hidung dan mulut relative kecildengan dagu yang berbentuk ganda: perut cenderung membuncit: karena malu, sering malas untuk bergaul dan bermain dengan temanya.
Ø  Kegemukan menurut distribusi lemak
·         Tipe andarioid ( banyak pada pria/wanita menopause )
·         Tipe genoid ( banyak pada wanita (beresiko lebih kecil, sukar turun BB )
Ø  Kegemukan menurut kondisi sel
·         Tipe hiperlastik ( jml.sel lemak >)
·         Tipe hipertropik ( ukuran sel > ) pada dewasa
·         Tipe hiperlastik-hipertropik
Ø  Kegemukan menurut umur
·         Saat bayi, anak-anak, dewasa
Ø  Kegemukan menurit tingkatan
·         Simple obesity (>20% BB ideal )
·         Mild Obesity (>20-30% BB ideal )
·         Moderat obesity (>30-60% BB ideal )
·         Morbid obesity (>60% )

2.3.  Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Gizi Utama di Indonesia
Indonesia telah melaksanakan upaya perbaikan gizi sejak tiga puluh tahun yang lalu. Upaya yang dilakukan di fokuskan untuk mengatasi masalah gizi utama yaitu: Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) melalui intervensi yang mencakup penyuluhan gizi di Posyandu, pemantauan pertumbuhan, pemberian suplemen gizi (melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi dan tablet besi), fortifikasi garam beryodium, pemberian makanan tambahan termasuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), pemantauan dan penanganan gizi buruk (Depkes RI, 2010).
1.      Penanggulangan masalah gizi kurang
Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antardepartemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status social ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan, semua upaya ini bertujuan untuk memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan masyarakat yang beraneka-ragam, dan seimbang dalam mutu gizi.
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara terpadu antara lain: (1) upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi beraneka ragam pangan; (2) peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga; (3) peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari tingkat pos pelayanan terpadu(Posyandu), hingga puskesmas dan rumah sakit; (4) peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui sistem kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG); (5) peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat; (6) peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas; (7) intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul viatamin A dosis tinggi, tablet dan sirop besi serta kapsul minyak beriodium; (8) peningkatan kesehatan lingkungan; (9) upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi; (10) upaya pengawasan makanan dan minuman; dan (11) upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.
Melalui Intruksi Presiden No. 8 tahun 1999 telah dicanangkan gerakan nasional penanggulangan masalah pangan dan gizi, yang diarahkan : (1) pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga; (2) pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan cakupan, kualitas pencegahan dan penanggulangn masalah pangan dan gizi di masyarakat; (3) pemantapan kerja sama lintas sektor dalam pemantauan dan penanggulangan masalah gizi melalui SKPG; dan (4) peningkatan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan (Azwar, A. 2000).

2.      Penanggulangan Masalah Gizi Lebih
Masalah gizi lebih disebabkan oleh kebanyakan masukan energi dibandingkan dengan keluaran energi.Penanggulangannya adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta meghindari tekanan hidup/stress.Penyeimbangan masukan energi dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alcohol.Untuk itu diperlukan upaya penyuluhan ke masyarakat luas. Disamping itu, diperlukan peningkatan teknologi pengolahan makanan tradisional Indonesia siap santap, sehingga makanan tradisional yang lebih sehat ini disajikan dengan cara-cara dan kemasan yang dapat menyaingi cara penyajian dan kemasan makanan barat.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Di Indonesia terdapat masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang di antaranya adalah KEP ( kekurangan energy protein ), KVA ( kekurangan Vitamin A), AGB ( Anemia Gizi Besi ) dan GAKY ( Gangguan Akibat Kekurangan Yodium ). Sedangkan yang termasuk dalam masalah gizi lebih yaitu Obesitas.
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara terpadu antara lain: (1) upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi beraneka ragam pangan; (2) peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga; (3) peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari tingkat pos pelayanan terpadu(Posyandu), hingga puskesmas dan rumah sakit; (4) peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui sistem kewaspadaan pangan dan Gizi (SKPG); (5) peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat; (6) peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas; (7) intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul viatamin A dosis tinggi, tablet dan sirop besi serta kapsul minyak beriodium; (8) peningkatan kesehatan lingkungan; (9) upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi; (10) upaya pengawasan makanan dan minuman; dan (11) upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.
Sedangkan penanggulangan Gizi lebih adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta meghindari tekanan hidup/stress.Penyeimbangan masukan energi dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alcohol.Untuk itu diperlukan upaya penyuluhan ke masyarakat luas. Disamping itu, diperlukan peningkatan teknologi pengolahan makanan tradisional Indonesia siap santap, sehingga makanan tradisional yang lebih sehat ini disajikan dengan cara-cara dan kemasan yang dapat menyaingi cara penyajian dan kemasan makanan barat.





DAFTAR PUSTAKA
Almatsier sunita.2010. Prinsip Dasar ilmu Gizi.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
R.H.Hasdiana, dkk. 2004. Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas.Nuha mediaka, Yogyakarta.
Cakrawati Dewi, N.H Mustika. 2012. Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan.Alfabeta, Bandung.
Gibney, dkk. 2009. Gizi kesehatan Masyarakat. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar