Selasa, 22 November 2016

Stunting

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.Gizi yang baik jika terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Tingkat status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Masalah kekurangan gizi yang mendapat banyak perhatian akhir-akhir ini adalah masalah kurang gizi kronis dalam bentuk anak pendek atau "stunting".
Para pakar telah mengkaji mendalam selama 1—2 dekade terahir bagaimana mekanisme terjadinya hubungan tersebut. Telah diketahui bahwa semua masalah anak pendekbermula pada proses tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai anak usia 2 tahun. Apabila prosesnya lancar tidak ada gangguan, maka anak akan tumbuh kembang normal sampai dewasa sesuai dengan faktor keturunan atau gen yang sudah diprogram dalam sel.
Sebaliknya apabila prosesnya tidak normal karena berbagai gangguan diantaranya karena kekurangan gizi, maka proses tumbuh kembang terganggu. Akibatnya terjadi ketidak normalan, dalam bentuk tubuh pendek, meskipun faktor gen dalam sel menunjukkan potensi untuk tumbuh normal.(Barker, 2007).


1.2.Rumusan Masalah
1.      Apa definisi epidemiologi ?
2.      Apa definisi epidemiologi gizi ?
3.      Apa definisi stunting ?
4.      Bagaimana peran epidemiologi pada masalah stunting ?

1.3.Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi epidemiologi
2.      Untuk mengetahui definisi epidemiologi gizi
3.      Untuk mengetahui definisi stunting
4.      Untuk mengetahui peran epidemiologi pada masalah stunting
  
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Definisi Epidemiologi
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Epi yang berarti pada atau tentang, demos berarti penduduk, dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk.Dari beberapa pengertian epidemiologi di atas dapat tiga hal pokok yang dipelajari dalam epidemiologi, yaitu frekuensi masalah kesehatan, penyebaran masalah kesehatan (distribusi) dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.
1.      Frekuensi Masalah Kesehatan
Frekuensi Masalah Kesehatan adalah besarnya masalah kesehatan yang terdapat pada masalah kesehatan yang terdapat pada sekelompok masyarakat.Untuk mendapatkan besarnya masalah kesehatan di masyarakat, yang harus dilakukan adalah menemukan kondisi kesehatan yang menjadi masalah dengan melakukan pengukuran melalui beberapa kegiatan, diantaranya adalah melakukan survey kesehatan, studi kasus dan penelitian.
2.      Penyebaran Masalah Kesehatan (distribusi)
Penyebaran atau distribusi masalah kesehatan adalah pengelompokan masalah kesehatan menurut suatu keadaan tertentu, yaitu pengelompokkan berdasarkan orang (man), tempat (place) dan waktu (time).Mempelajari penyebaran penyakit berarti mencari jawaban atas pertanyaan siapa, dimana, dan kapan terjadi masalah kesehatan atau penyakit.Pengelompokkan masalah kesehatan berdasarkan orang atau ciri-ciri manusia dapat dibedakan berdasarkan beberapa karakteristik manusia. Karakteristik tersebut seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, penghasilan, paritas, etnik, dan status perkawinan dan lain-lain.
Pengelompokkan masalah kesehatan berdasarkan tempat ditekankan pada kondisi geografis suatu wilayah.Faktor yang mempengaruhi penyebaran masalah kesehatan tempat satu dengan tempat yang lainnya meliputi adanya perbedaan lingkungan fisik, biologi, dan sosial, karakteristik penduduk, kebudayaan, higieni sanitasi lingkungan dan tersedianya unit-unit pelayanan medis.Pengelompokkan masalah kesehatan berdasarkan waktu didasarkan adanya perubahan penyakit menurut waktu.Hal ini menunjukkan adanya perubahan faktor etiologis (penyebab penyakit). Penyebaran menurut waktu dapat dibedakan berdasarkan fluktuasi jangka pendek, perubahan secara siklus, dan perubahan angka kesakitan dalam periode yang panjang, yaitu transisi epidemiologi yang akan dibicarakan pad bab selanjutnya.
3.      Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Masalah Kesehatan
Pokok ketiga dalam epidemiologi adalah factor yang mempengaruhi penyebaran masalah kesehatan, yaitu factor penyebab masalah kesehatan, baik yang menerangkan frekuensi, penyebaran, maupun penyebab masalah kesehatan yang ada di masyarakat.Langkah pokok yang dilakukan untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan yaitu dengan mempelajari hubungan timbulnya penyakit terhadap factor risiko, merumuskan hipotesis tentang penyebab, pengujian terhadap rumusan hipotesis, dan menarik kesimpulan.

2.2.Definisi Epidemiologi Gizi
Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari sebaran, besar, dan determina masalah gizi dan penuyakit yang berhubungan dengan masalah gizi, serta penerapannya dalam kebijakan dan program pangan dan gizi untuk mencapai kesehatan penduduk yang lebih baik. Definisi lain menyebutkan bahwa epidemiologi gizi adalah ilmu terkait kesehatan yang membicarakan distribusi dan determinan kesehatan dan penyakit dalam populasi. Epidemiologi gizi memadukan pengetahuan yang diturunkan dari penelitian gizi, untuk menguji hubungan diet-penyakit pada mayarakat atau individu yang hidup bebas (masyarakat atau individu yang hidup bebas (masyarakat atau individu yang tidak diatur dietnya ) (Gibney dkk,2002).
Tujuan penting epidemiologi gizi adalah untuk menyampaikan informasi tentang gizi kesehatan masyarakat, pendekatan masyarakat bagi pencegahan penyakit dan promosi kesehatan melalui gizi. Gizi kesehatan masyarakat memasukan hasil-hasil penelitian epidemiologi gizi kedalam konteks sosial dan ekologi yang lebih luas untuk meningkatkan kesehatan melalui cara hidup sehat yang melalui pola makan yang baik.

2.3.Definisi Stunting

Stunting(pendek) adalah salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan tinggi badan menurut umur diukur dengan standar deviasi dengan referensi WHO tahun 2005.Stuntingmerupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang.Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.
Indikator TB/U memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek.
Telah diketahui bahwa semua masalah anak pendek, gemuk, PTM bermula pada proses tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai anak usia 2 tahun.
Apabila prosesnya lancar tidak ada gangguan, maka anak akan tumbuh kembang dengan normal sampai dewasa sesuai dengan faktor keturunan atau gen yang sudah diprogram dalam sel. Sebaliknya apabila prosesnya tidak normal karena berbagai gangguan diantaranya karena kekurangan gizi, maka proses tumbuh kembang terganggu. Akibatnya terjadi ketidak normalan, dalam bentuk tubuh pendek, meskipun faktor gen dalam sel menunjukkan potensi untuk tumbuh normal (Barker 2007 dalam Buku Kerangka Kebijakan Gerakan 1000 HPK 2012).


2.3.Pendekatan Epidemiologi Pada Masalah Gizi Stunting
a. Frekuensi

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, untuk skala nasional, prevalensi anak balita stunting (pendek) sebesar 35,6 % atau turun 1,2 %dibandingkan tahun 2007 (36,8 %) dan angka tertinggi kejadian stunting (pendek) yakni pada usia 12-23 bulan dengan presentase sebesar 18,5% dengan kategori pendek dan 23,0% dengan kategori sangat pendek.2) Prevalensi stunting (pendek) di Provinsi Jawa Tengah sendiri sebesar 33,9% dengan kategori pendek sebesar 17,0% dan sangat pendek sebesar 16,9% , dan untuk Kota Semarang, prevalensi stunting (pendek) mengalami kenaikan dari 16,54% pada tahun 2010 dan menjadi 20,66 di tahun 2011.

Prevalensi pendek secara nasional tahun 2013 adalah 37,2 persen, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2 persen terdiri dari 18,0 persen sangat pendek dan 19,2 persen pendek. Pada tahun 2013 prevalensi sangat pendek menunjukkan penurunan, dari 18,8 persen tahun 2007 dan 18,5 persen tahun 2010. Prevalensi pendek meningkat dari 18,0 persen pada tahun 2007 menjadi 19,2 persen pada tahun 2013.


b. Distribusi
Terdapat 20 provinsi diatas prevalensi nasional dengan urutan dari prevalensi tertinggi sampai terendah, yaitu:(1) Nusa Tenggara Timur, (2) Sulawesi Barat, (3) Nusa Tenggara Barat, (4) Papua Barat, (5) Kalimantan Selatan, (6) Lampung, (7) Sulawesi Tenggara, (8) Sumatera Utara, (9) Aceh, (10) Kalimantan Tengah, (11) Maluku Utara, (12) Sulawesi Tengah, (13) Sulawesi Selatan, (14) Maluku, (15) Papua, (16) Bengkulu, (17) Sumatera Barat, (18) Gorontalo, (19) Kalimantan Barat dan (20) Jambi.
Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30 – 39 persen dan serius bila prevalensi pendek ≥40 persen (WHO 2010).Sebanyak 14 provinsi termasuk kategori berat, dan sebanyak 15 provinsi termasuk kategori serius. Ke 15 provinsi tersebut adalah: (1) Papua, (2) Maluku, (3) Sulawesi Selatan, (4) Maluku Utara, (5) Sulawesi Tengah, (6) Kalimantan Tengah, (7) Aceh, (8) Sumatera Utara, (9) Sulawesi Tenggara, (10) Lampung, (11). Kalimantan Selatan, (12). Papua Barat, (13). Nusa Tenggara Barat, (14). Sulawesi Barat dan (15) Nusa Tenggara Timur


c. Determinan
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah gizi stunting antara lain :

Tingkat Pendidikan Ibu
Pengasuhan merupakan kebutuhan dasar anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.Pada masa balita, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya.Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak. Perbedaan karakteristik ibu yang mengakibatkan berbedanya pola pengasuhan yang akan berpengaruh terhadap status gizi anak. Beberapa penelitian berkesimpulan bahwa status pendidikan seorang ibu sangat menentukan kualitas pengasuhannya. Ibu yang berpendidikan tinggi tentu akan berbeda dengan ibu yang berpendidikan rendah

Tingkat Pendapatan Keluarga
Hal ini bisa disebabkan karena pendapatan yang diterima tidak sepenuhnya dibelanjakan untuk kebutuhan makanan pokok, tetapi untuk kebutuhan lainnya.tingkat pendapatan yang tinggi belum tentu menjamin status gizi baik pada balita, karena tingkat pendapatan belum tentu teralokasikan cukup untuk keperluan makan. Pemberian ASI eksklusifASI (Air Susu Ibu) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (PP RI Nomor 33 Tahun 2012). ASI mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi dan sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi seimbang, dan secara alami disesuaikan dengan kebutuhan masa pertumbuhan bayi.

Berat Badan Lahir
Di negara-negara berkembang, mayoritas bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dilahirkan aterm dan sudah menderita retardasi pertumbuhan intrauteri sebagai akibat dari maternal stunting dan gizi kurang yang terjadi sebelum serta selama kehamilan dan/atau sebagai akibat dari infeksi yang sering terjadi seperti malaria.Sebaliknya, di negara-negara maju, penyebab biomedis, seperti kehamilan kembar dan prematuritas menjadi penyebab proporsi bayi dengan BBLR yang tinggi (Gibney dkk, 2009). KEK pada saat hamil akan mengganggu pertumbuhan janin dan resiko BBLR.
Status Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.Pemberian Imunisasi merupakan salah satu tindakan penting yang wajib diberikan kepada neonatus (bayi yang baru lahir).Hal ini bertujuan meningkatkan daya imun tubuh.Anak yang mendapatkan Imunisasi dasar lengkap cenderung lebih kebal terhadap penyakit dibanding anak yang tidak mendapatkan imunisasi.


Pemberian ASI eksklusif

ASI ekslusif adalah pemberian hanya ASI saja kepada bayi tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli, 2000).Adanya factor protektif dan nutrient yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian anak menurun.UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan.Pengenalan dini makanan yang rendah energy dan gizi atau yang disiapkan dalam kondisi tidak higienis dapat menyebabkan anak mengalami gizi kurang dan terinfeksi organisme asing.

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk.Dari beberapa pengertian epidemiologi di atas dapat tiga hal pokok yang dipelajari dalam epidemiologi, yaitu frekuensi masalah kesehatan, penyebaran masalah kesehatan (distribusi) dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.Epidemiologi gizi adalah ilmu yang mempelajari sebaran, besar, dan determina masalah gizi dan penuyakit yang berhubungan dengan masalah gizi, serta penerapannya dalam kebijakan dan program pangan dan gizi untuk mencapai kesehatan penduduk yang lebih baik.
Stunting(pendek) adalah salah satu bentuk gizi kurang yang ditandai dengan tinggi badan menurut umur diukur dengan standar deviasi dengan referensi WHO tahun 2005.Stuntingmerupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang.Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.
Prevalensi pendek secara nasional tahun 2013 adalah 37,2 persen, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2 persen terdiri dari 18,0 persen sangat pendek dan 19,2 persen pendek. Pada tahun 2013 prevalensi sangat pendek menunjukkan penurunan, dari 18,8 persen tahun 2007 dan 18,5 persen tahun 2010. Prevalensi pendek meningkat dari 18,0 persen pada tahun 2007 menjadi 19,2 persen pada tahun 2013.
Terdapat 20 provinsi diatas prevalensi nasional dengan urutan dari prevalensi tertinggi sampai terendah, yaitu tertinggi  Nusa Tenggara Timur, dan terendah Jambi, sterdapat 14 provinsi dengan kategori berat yaitu provinsi NTT.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah gizi stunting antara lain :
Tingkat Pendidikan Ibu,Tingkat Pendapatan Keluarga, Berat Badan Lahir ,Status Imunisasi dan Pemberian ASI eksklusif.

DAFTAR PUSTAKA

Siagian, A., 2010. Epidemiologi Gizi. Medan: Erlangga.
Dyan, N. K., 2010. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta: EGC .
Gibney, dkk. 2009. Gizi kesehatan Masyarakat. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asi.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar