Selasa, 22 November 2016

Pengendalian Obesitas

Obesitas secara fisiologik didefinisikan sebagai suatu kondisi akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sampai kadar tertentu sehingga dapat mengganggu kesehatan. Selain factor genetic, penyebeb utama obesitas adalah peningkatan konsumsi makanan padat energy, terutama kandungan karbohidrat sederhana, serta kurangnya aktifitas fisik. Sebelum abad 19 hingga awal abad 20, obesitas dianggap sebagai lambing kesehatan dan kecantikan. Berat badan lebih dan hidup santai dianggap sebagai lambing kemakmuran seseorang dan tidak berdampak terhadap kesehatan dan lingkungan social. Baru setelah beberapa decade kemudian mulai tampak dampak kesehatan akibat obesitas. Saat ini prevalensi obesitas di Negara maju maupun Negara berkembang semakin meningkat, diperkirakan jumlah orang obesitas diseluruh dunia dengan IMT > 30 kg/M² melebihi 300 juta orang, adalah 7% dari populasi  orang dewasa di dunia. Menurut WHO pada tahun 2005 kurang lebih terdapat 400 juta orang dewasa  yang obesitas, kurang lebih 20 juta seluruh anak-anak dibawah usia 5 tahun kelebihan berat badan, dan di tahun 2015 nanti diperkirakan 700 juta orang akan obesitas. Bahkan Negara maju seperti Amerika Serikat diperkirakan obesitas mencapai 45-50%, di Australia dan Inggris 30-40%. Di Indonesia hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan prevalensi obesitas penduduk diatas 15 tahun pada laki-laki sebesar 13,8% dan perempuan sebesar 23,8%. Obesitas tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi juga pada anak dan remaja, peningkatannya bahkan sejajar dengan orang dewasa.  Insiden obesitas berhubungan dengan urbanisasi, modernisasi dan mudahnya mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia. Peningkatan Indeks masa Tubuh (IMT) berhubungan dengan bertambahnya risiko terhadap penyakit Diabetes Melitus Tipe 2, Jantung Koroner, Hipertensi, Hiperlipidemia dan beberapa keganasan. Selain berakibat terhadap kesehatan fisik, obesitas juga berdampak pada masalah social dan ekonomi yang cukup besar. Terkadang dampak terhadap konsekuensi ekonomi masyarakat atau perorangan seringkali tertutup oleh dampak kesehatan dan social. Usaha pencegahan jelas akan lebih menghemat biaya bila dibandingkan usaha pengobatan. Diperkirakan tahun 2025 biaya kesehatan yang akan dikeluarkan sedunia berkisar antara 213 hingga 396 miliar dolar atau sekitar 7-13% dari anggaran kesehatan dunia. Melihat besarnya masalah obesitas diatas, maka WHO menyatakan bahwa obesitas merupakan suatu epidemic global sehingga menjadi masalah kesehatan yang harus segera ditangani.
Definisi obesitas. Obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi timbunan lemak yang berlebihan atau abnormal pada jaringan adipose, yang akan mengganggu kesehatan (WHO, 1998). Sesorang dikatakan obesitas apabila Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 25 kg/m². Klasifikasi obesitas tersebut adalah : Kategori Obesitas I dengan IMT (kg/m²) adalah 25,0-29,9; Kategori Obesitas II dengan IMT (kg/m²) adalah ≥30.
Patogenesis. Flier merangkum berbagai macam mekanisme patofisiologi yang mungkin terlibat dalam perkembangan dan obesitas. Sejak ditemukannya leptin pada tahun 1994, banyak mekanisme hormonal lain ditemukan turut terlibat dalam pengaturan appetite (nafsu makan) dan asupan makan, pola penyimpanan di jaringan adipose dan perkembangan  resistensi insulin. Selain leptin, hormone-hormon yang telah diketahui terlibat dalam patofisiologi obesitas adalah  ghrelin, insulin, orexin, kolesistokinin dan adiponekin. Adiponekin merupakan mediator yang diproduksi oleh jaringan adipose, aksinya diperkirakan dapat memodifikasi kelainan-kelainan yang berhubungan dengan obesitas. Peran leptin dan ghrelin diyakini saling melengkapi dalam pengaturan nafsu makan. Ghrelin diproduksi oleh lambung untuk memodulasi kendali nafsu makan jangka pendek, sedangkan leptin diproduksi oleh jaringan adipose untuk member sinyal penyimpanan cadangan lemak di dalam tubuh dan memediasi kendali nafsu makan jangka panjang, misalnya makan banyak bila cadangan lemak sedikit dan sebaliknya.
Pencegahan Obesitas. Dalam melakukan upaya pencegahan diperlukan kerjasama antar lintas program dan lintas sektor, organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Upaya-upaya pencegahan tersebut, antara lain adalah : a) Memberikan informasi tentang manfaat pola hidup sehat; b) Penyebarluasan informasi tentang obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan melalui media cetak maupun elektronik; c) Mengajak pihak sekolah untuk memberikan pendidikan tentang pola hidup sehat serta memfasilitasi tersedianya makan sehat dan sarana untuk melakukan aktifitas fisik ataupun olahraga; d) Mengajak masyarakat untuk melakukan diet seimbang, melakukan aktifitas fisik dan latihan fisik yang baik, benar, terukur dan teratur; e) Mendorong tersedianya fasilitas umum yang bersih dan aman untuk pejalan kaki, bersepeda, tempat bermain untuk anak; f) Mendorong tersedianya sayur dan buah yang terjangkau oleh masyarakat untuk menunjang gizi seimbang serta hindari konsumsi obat-obatan untuk menggemukkan badan.
Pengendalian Obesitas. Pengendalian obesitas bertujuan untuk mencapai keadaan sehat dan memelihara untuk tetap sehat dengan berat badan ideal. Upaya yang dilakukan: (1) Untuk  masyarakat,  berupa : a) memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan; b) memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pola makan sehat dengan gizi seimbang; c) Pemahaman tentang aktifitas fisik dan latihan fisik serta manfaatnya. (2) Untuk petugas puskesmas, dapat melakukan pengendalian dengan : a) Melakukan identifikasi obesitas, b) Memberikan edukasi tentang obesitas, memberikan konseling tentang pola hidup sehat, c) Melakukan dampak obesitas terhadap penyakit-penyakit tidak menular, d) Melakukan rujukan. (3) Untuk petugas rumah sakit, dapat melakukan pengendalian dengan:  a) Menerima rujukan medic yang meliputi konseling pasien untuk keperluan diagnostic; b) Pengobatan medikamentosa; c) Psikoterapi, d) Akupuntur serta tindakan operatif untuk obesitas.
Deteksi Dini Obesitas. Deteksi dini obesitas dilakukan dengan : (1) Melakukan penilaian secara visual dan anamnesa, yang meliputi : Adanya keluhan (Mengorok/snoring, nyeri pinggul); Riwayat gaya hidup (pola/kebiasaan makan dan aktifitas); Riwayat keluarga (orang tua dengan berat badan lebih atau obesitas); Riwayat mengkonsumsi obat-obatan untuk menggemukkan badan. (2) Pengukuran Antropometri (Berat Badan/BB, Tinggi Badan/TB dan Lingkar Perut/LP).Pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan untuk mendapatkan nilai IMT yang nantinya digunakan dalam menentukan derajat obesitas. Penilaian IMT menggunakan rumus : IMT = BB/Kg) : TB (m²). pengukuran indeks massa tubuh ini tidak dapat dilakukan pada orang hamil, binaragawan, edema dan ascites. Pengukuran lingkar perut : pada umumnya yang diukur adalah lingkar pinggang, apabila dalam pengukuran sulit dilakukan maka dapat dilakukan pengukuran lingkar perut. Ukuran normal : untuk laki-laki  ≤ 90 cm dan perempuan ≤ 80 cm. (3) Pemeriksaan lanjutan.Pemeriksaan lanjutan dilakukan jika mempunyai riwayat keluarga atau dicurigai telah terdapat penyakit penyerta. Pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan : tekanan darah, gula darah, trigliserida, kolesterol High Density Lipoprotein (HDL), kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dan asam urat.
Penatalaksanaan Obesitas.  Penatalaksanaan obesitas bertujuan untuk menurunkan berat badan serta menurunkan risiko penyakit penyerta obesitas. Dalam melakukan penatalaksanaan obesitas diperlukan motivasi yang kuat dari pasien, dukungan keluarga dan lingkungan social. Penurunan berat badan dapat dilakukan dengan menciptakan deficit energy dengan mengurangi asupan energy atau menambah penggunaan energy disertai dengan upaya menambah penggunaan energy antara lain dengan berolahraga teratur. Namun penurunan berat badan dengan program seperti tersebut jarang bertahan, karena biasanya setelah program selesai berat badan sering kembali lagi ke berat badan semula, bahkan melebihi berat badan sebelum mengikuti program. Hal ini mungkin disebabkan karena : Penderita kembali ke pola makan dan pola aktivitas fisik semula; Penggunaan energy menurun karena setelah program selesai metabolism basal menurun akibat berdiet masa otot mengecil serta aktifitas fisik kembali berkurang seperti ketika sebelum menjalani program. Surplus energy adalah penyebab sekunder terjadinya obesitas, sedangkan penyebab primernya adalah gaya hidup. Oleh karenanya, hasil penurunan berat badan akan lebih bertahan bila program disertai dengan mengubah gaya hidup (life style) berupa pola perilaku makan dan pola perilaku dalam aktifitas fisik yang menjadi penyebab primer tingginya asupan energy dan rendahnya penggunaan energy.
Penatalaksanaan obesitas terdiri dari(1) Terapi Utama (non medikamentosa), yaitu perubahan gaya hidup (life style) dengan cara melakukan : a) Pengaturan  pola makan sehat.Pengaturan perilaku makan dilakukan dengan memotivasi pasien obesitas agar dapat mengikuti pola makan sehat dengan jumlah protein, vitamin, mineral dan serat yang cukup namun deficit energy. Hal tersebut dapat dilakukan misalnya dengan membuat jadwal makan yang terdiri dari 3 kali makan utama dan 2 kali selingan berupa buah-buahan dan tidak mengkonsumsi makanan lainnya selain yang tercantum di dalam jadwal makan dan pola makan sehat tersebut. b) Pengaturan aktivitas fisik.  Banyak aktivitas yang dianjurkan untuk obesitas, misalnya jalan kaki (karena paling murah, paling aman, mudah, membakar cukup banyak kalori dan dapat dilakukan dimana saja tanpa bantuan alat. (2) Terapi Tambahan, seperti : a) Psikoterapi. Psikoterapi dilakukan untuk membantu pasien memotivasi diri dan melakukan perubahan perilaku pasien. Komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam melakukan perubahan perilaku pada pasien antara lain : monitoring perilaku oleh diri sendiri, control stimulus, membuat tujuan, pemecahan maslah, modifikasi pikiran (cognitive restructuring). b) Farmakoterapi (medikamentosa).Pemberian terapi obat dipertimbangkan setelah pengaturan makan, aktivitas fisik tidak memberikan hasil maksimal dalam menurunkan berat badan. Pemberian obat harus dibawah pengawasan dokter yang kompeten di fasilitas kesehatan yang resmi. Keputusan untuk memulai menggunakan obat dan pemilihan obat dbuat setelah melakukan diskusi dengan pasien mengenai keuntungan, kekurangan dan efek samping obat tersebut. Obat-obat penurunan berat badan bekerja melalui mekanisme, seperti : mengurangi asupan makan, mengganggu metabolism dengan cara mempengaruhi proses pre atau pasca absorbs, meningkatkan energy expenditure. c) Operatif. Terapi operatif hanya dapat dilakukan pada kondisi khusus dengan pertimbangan dan pengawasan medis yang kuat dari pihak-pihak yang berkompeten. Contoh tindakan operatif pada orang dewasa adalah bedah gastrointestinal atau bypass gastric. (3) Rujukan Kasus. Jika pada penemuan dini ditemukan gejala dan tanda obesitas yang disertai penyakit penyerta maka dilakukan rujukan kasus untuk pemeriksaan lebih lanjut ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan obesitas adalah : diabetes mellitus tipe 2, penyakit kandung empedu, dislipedemia, sindrom metabolic, hipertensi, osteoarthritis lutut dan panggul, asam urat, kanker, abnormal hormone reproduksi, polikistik ovarium syndrome, perlemakan hati dan low back pain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar